Subscribe:

Tentang Template :

Sperma Ditolak Sel Telur, Sulit Punya Anak

Pasangan suami-istri Rintah dan Donny sudah tujuh tahun menikah. Tetapi, mereka belum dikaruniai anak. Ketika usia perkawinan memasuki tahun ke-5, mereka pun sepakat memeriksakan diri ke dokter. Rintah dan Donny pun ditangani dokter ahli. Hasilnya, baik Rintah maupun Donny dinyatakan sehat.


Kondisi fisik kedua pasangan itu sehat. Dokter juga mengatakan sperma Donny gesit. Begitu juga dengan sel telur Rintah. Namun, kenapa mereka belum diberi momongan? Saat ini pasangan seperti Rintah dan Donny cukup banyak. Bahkan kesulitan memperoleh keturunan semakin sering kita jumpai pada pasangan suami istri.


Di Amerika Serikat, menurut sebuah penelitian, sebanyak 14% dari pasangan usia subur yang dinyatakan sehat oleh dokter sulit memperoleh keturunan. Dan, bila pasangan sulit memperoleh anak, yang pertama disalahkan selalu istri. Padahal, saat ini ketidaksuburan pada pria pun mulai meningkat.


Menurut guru besar andrologi dan biologi kedokteran dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSUPN CM/FKUI), Prof dr Nukman Moeloek, secara umum penyebab ketidaksuburan pada pria terbagi dalam tiga kelompok besar kelainan.


Pertama, kata Nukman, kelainan pada daerah pre testicular (daerah sebelum testis atau kantung sperma). Pada daerah ini yang mengalami kelainan adalah kelenjar hormon pituitary. Padahal, tugas kelenjar hormon tersebut merangsang pembentukan sperma. Akibat kelenjar yang merangsang pembentukan hormon LH dan FSH di testis terganggu, pembentukan sperma menjadi terhambat.



''Gangguan hormon seperti ini dapat diatasi dengan terapi hormon, misalnya, dengan menyuntikkan hormon tertentu,'' kata Nukman.


Kedua, lanjutnya, kelainan di daerah testicular (kelainan pada daerah testis). Penyebab kelainan misalnya akibat trauma pukulan, gangguan fisik, atau infeksi. Bisa juga selama pubertas testis tidak berkembang dengan baik, akibatnya produksi sperma menjadi terganggu.


Ketiga, kelainan di daerah post testicular (daerah setelah testis). Kelainan terjadi pada saluran sperma, sehingga tidak dapat disalurkan secara lancar. ''Gangguan ini muncul akibat kebuntuan saluran. Penyebabnya bisa bawaan sejak lahir, terkena infeksi penyakit, seperti tuberkulosis (Tb), serta vasektomi yang memang disengaja,'' jelasnya kepada Media, beberapa waktu lalu.


Lebih lanjut, dijelaskan Nukman, selain ketiga golongan tersebut, banyak juga gangguan yang belum diketahui penyebabnya. Gangguan terbanyak yang dialami pria diakibatkan pelebaran pembuluh darah atau varises. Akibatnya, darah kotor yang seharusnya dibawa ke atas untuk dibersihkan turun lagi dan mengendap di testis. Darah kotor yang mengendap mengandung zat-zat yang melemahkan, sperma seperti adrenalin dan sebagainya.


''Suhu panas juga dapat melemahkan sperma dan menurunkan produksinya. Sperma di produksi pada suhu 34-35 derajat Celsius, tetapi bila terus-menerus suhu naik 2-3 derajat Celsius saja, proses pembentukan sperma dapat terganggu,'' papar Nukman.


Unexplained


Mengenai sulitnya memperoleh keturunan pada pasangan yang sehat, Nukman mengatakan, kasus seperti itu digolongkan ke dalam Unexplained Infertility (ketidaksuburan yang tidak diketahui penyebabnya).


Pada seminar ilmiah mengenai alat reproduksi pria (andrologi) yang berlangsung April lalu, ahli andrologi dr Indra G Mansur mengatakan, saat ini angka kasus unexplained infertility di dunia mencapai 25%. Dengan berkembangnya penelitian-penelitian mengenai imunologi reproduksi, diketahui di seluruh dunia 5-15% unxeplained infertility disebabkan oleh permasalahan imunologis atau kekebalan tubuh.


Dipaparkan Nukman, kini penyebab unxeplained infertility mulai terkuak seiring berkembangnya ilmu pengetahuan. Sebab-sebab unxeplained infertility yang telah diketahui antara lain adalah akibat adanya antibodi atau imunologi reproduksi. Hal ini dapat terjadi pada istri yang alergi terhadap sperma suami. Akibatnya, sperma ditolak sel telur (ovum), sehingga tidak pernah terjadi pembuahan.


''Ada juga antibodi yang dihasilkan tubuh suami sendiri, sehingga sperma yang dihasilkan dihancurkan atau dilemahkan kemampuannya karena dianggap benda asing,'' jelas Indra dari departemen yang sama dengan Nukman.


Selain imunologis, penyebab unexplained infertility juga bisa dari genetik. Gangguan gen pada kromosom Y, lanjut Indra, dapat mengakibatkan pembentukan sperma terganggu. Kromosom Y mengalami delesi (lengan panjang), sehingga sperma menjadi sedikit atau oligospermi, yaitu jumlahnya kurang dari 20 juta sperma/ml atau bahkan tidak ada sama sekali alias azoospermi.


Selain itu, adanya gangguan gen porin, yaitu gen yang mengatur penyaluran energi berupa ATP (adenosin tri phosphate), mengakibatkan sperma tidak dapat bergerak dengan gesit dan mengalami kesulitan saat membuahi sel. Kelainan pada gen juga dapat menyebabkan penyumbatan saluran sperma dan mengakibatkan terjadinya kista.


Imunologi reproduksi


Pada sistem reproduksi terdapat sistem kekebalan. Pada perempuan, sistem kekebalan berperan penting dalam menjaga janin. Dengan adanya sistem kekebalan, proses perkembangan janin dapat berlangsung baik dan kebal akan berbagai infeksi. Tetapi pada beberapa perempuan ada juga yang memiliki antibodi antisperma. Akibatnya, ketika memasuki tubuh, sperma dihancurkan oleh antibodi antisperma tadi sehingga terjadi kegagalan pada saat pembuahan.


Perempuan, kata kedua pakar andrologi itu, memang tidak memiliki unsur antigen, seperti halnya pada sperma atau komponen plasma semen. Namun, pada saat perempuan mulai berhubungan seksual dengan pria, dalam tubuhnya akan terbentuk antibodi antisperma terhadap antigen sperma. Pada tingkat tertentu antibodi masih dapat ditembus oleh sperma yang bagus kualitasnya dan dapat mengakibatkan kehamilan.


Disebutkan Indra, ketidakmampuan pembuahan dapat pula disebabkan ketidakcocokan secara seluler antara sperma dan sel telur. Karena itulah harus dilakukan upaya untuk mencocokkan agar tidak terjadi penolakan.


Sementara itu Nukman menerangkan, untuk mengatasi adanya antibodi terhadap sperma dapat dilakukan beberapa terapi, antara lain dengan terapi kondom ataupun pemberian obat-obatan imunologis sejenis kortikosteroid, juga terapi imunosupresif atau menekan reaksi imun.


Pada terapi kondom, suami dianjurkan untuk menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual selama 3 hingga 6 bulan. Diharapkan selama itu antibodi pada tubuh istri dapat menurun dan tidak lagi terdapat pada organ reproduksi.


''Jika upaya terapi kondom dan pemberian obat-obatan tidak juga membuahkan hasil, cara inseminasi dapat dilakukan. Inseminasi biasanya dilakukan pada pria yang tidak subur karena gangguan pada testis. Yaitu jika testis hanya sedikit memproduksi sperma, ataupun gangguan genetik.''


Secara umum, proses inseminasi intrauterin atau sperma langsung dimasukkan ke dalam uterus diawali dengan pengeluaran sperma melalui ejakulasi, kemudian spermatozoa dipisahkan dari plasma semen melalui sentrifugasi. Ini dilakukan agar faktor dekapitasi sperma yang terdapat pada plasma semen dihilangkan. Setelah dipisahkan, sperma dicampur dengan medium yang mengandung zat elektrolit, protein, serta glukosa. Pencampuran sperma dengan medium diharapkan dapat menambah daya kapasitasi sperma dan meningkatkan kualitas sperma.


Setelah itu campuran medium dengan spermatozoa kembali disentrifugasi, dan ketika terpisah, medium dipisahkan, dibuang, dan diganti dengan yang baru. Proses ini dilakukan 2 hingga 3 kali.


Terakhir, adalah seleksi spermatozoa baik, yaitu spermatozoa yang dapat berenang ke permukaan medium. Spermatozoa inilah yang terseleksi dan akan dimasukkan langsung ke dalam uterus untuk membuahi sel telur. Sperma dimasukkan menggunakan selang tipis seperti kateter.


Nukman menambahkan, saat ini cara-cara pengobatan sudah baik dan relatif dapat menjawab berbagai gangguan serta kelainan yang terjadi seputar permasalahan infertilitas termasuk kelainan gen.


''Namun, yang perlu diwaspadai adalah pada generasi yang akan datang. Sebab, kesulitan memperoleh keturunan dapat kembali terulang pada bayi-bayi yang lahir dengan inseminasi intrauterin atau melalui proses bayi tabung akibat sifat genetik yang diturunkan.''

0 komentar:

Post a Comment