Subscribe:

Tentang Template :

Epilepsi dalam Kehamilan

Apakah Epilepsi merupakan Penyakit Keturunan
Ayan, atau dalam bahasa medik dikenal dengan nama epilepsi, telah dikenal manusia sekitar dua ribu tahun sebelum Masehi

Air ludah atau buih yang keluar dari mulut penyandang epilepsi dianggap sebagai sumber utama penularan penyakit ayan. Anggapan yang kurang tepat ini besar pengaruhnya terhadap perlakuan masyarakat terhadap penderita epilepsi, dan juga bagi perilaku penderita epilepsi terhadap lingkungan kehidupannya. Dengan kekurangtepatan pemahaman masyarakat terhadap epilepsi membuat masyarakat mengambil sikap ragu-ragu atau takut memberikan pertolongan apabila melihat penyandang epilepsi mendapat serangan. Karena takut terpercik air liurnya. Akibatnya penyandang epilepsi menjadi dijauhi, diisolasi, didiskriminasi dan seringkali dipandang rendah oleh masyarakat lingkungannya, atau yang lebih ekstrem lagi dianggap ''tidak utuh'' menjadi manusia. Perlakuan yang demikian semakin menambah beban psikologis bagi penyandang epilepsi maupun bagi keluarganya. Daripada ''menanggung malu,'' maka atas inisiatif aktif dari penderita atau keluarganya, lebih baik membuat jarak fisik dengan masyarakat kebanyakan, mengurung atau menarik diri dari pergaulan


Selain pandangan yang keliru itu, muncul pula anggapan epilepsi merupakan penyakit keturunan. Anggapan ini tentunya juga membawa beban tersendiri dari pihak yang menurunkannya. Rasa berdosa, rendah diri dan malu senantiasa menghantuinya. Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.

Apa penyebab dan gejala yang ditimbulkan
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan sekitar otak. Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma fisik, benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat penyempitan pembuluh darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor. Perubahan yang dialami oleh sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya epilepsi diakibatkan oleh berbagai faktor.

Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio'' epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi. Sederet keterangan di atas tentunya sangat bermanfaat bagi kaum ibu, ternyata kondisi kehamilannya ikut andil terhadap ''nasib'' keturunannya.

Epilepsi dalam Kehamilan
Pengertian epilepsi dalam kehamilan
Epilepsi merupakan kelainan neurologik, yang mana pada ibu hamil membutuhkan tata laksana yang adekuat dan tanpa berisiko baik terhadap ibu/bayi. Menurut statistik Amerika Serikat, 0.5% kehamilan dijumpai pada wanita epilepsi. Risiko pada wanita epilepsi yang hamil lebih besar dari pada wanita normal yang hamil. Untuk menanggulangi banyak risiko, maka dokter ahli kandungan dan dokter ahli neurologi bekerjasama agar bayi dan ibu mengalami keselamatan jasmani dan rohani. Angka kematian neonatus pada pasien epilepsi yang hamil adalah tiga kali dibandingkan populasi normal. Pengaruh kehamilan terhadap epilepsi bervariasi. Kira-kira ¼ kasus frekuensi bangkitan akan meningkat terutama pada trimester terakhir. Seperempatnya lagi menurun dan separuhnya tidak mengalami perubahan selama kehamilan.

Pengobatan wanita epilepsi yang hamil pada umumnya dilakukan menurut prinsip yang sama seperti pada pasien tidak hamil. Risiko yang dialami janin karena bangkitan yang dialami ibu mungkin sama besar dengan yang disebabkan obat anti epilepsi. Malformasi yang disebabkan terapi obat anti epilepsi akan terjadi pada 4-10 minggu pertama dalam pertumbuhan janin;

Klasifikasi Epilepsi
Epilepsi pada kehamilan dibagi dalam 2 kelompok:
1. Yang sebelumnya sudah menderita epilepsi
2. Berkembang menjadi epilepsi selama hamil

Diagnosis
Pada wanita hamil dengan bangkitan dan telah mendapat obat anti epilepsi maka pemeriksaan yang perlu dilakukan yaitu:
1. Pemeriksaan kadar obat dalam darah
2. EEG
3. CT Scan, bila ada kelainan neurologik, dilakukan tergantung pada stadium kehamilan.
4. Perubahan-perubahan konsentrasi obat anti epilepsi secara teratur harus dimonitor setiap bulan.

Komplikasi
1. Pada Kehamilan
Wanita epilepsi lebih cenderung memperoleh komplikasi obstetrik dalam masa kehamilan dari pada wanita penduduk rata-rata. Pengaruh epilepsi terhadap kehamilan yaitu:
- Melahirkan bayi prematur, didapat 4-11%
- Berat badan lahir rendah, kurang dari 2500 gr, ditemukan pada 7 – 10%
- Mikrosefal
- Apgar skor yang rendah
Hiilesmaa mengikuti 138 kehamilan wanita epilepsi dibandingkan dengan 150 orang sebagai kontrol, yang sesuai adalah umur, paritas, sosial ekenomi dan jenis kelamin fetus. Beberapa peneliti tak dapat membuktikan bahwa komplikasi pada kehamilan tidak lebih besar pada wanita epilepsi.

2. Pada Persalinan
Neonatus wanita epilepsi yang hamil mengalami lebih banyak resiko karena kesukaran yang akan dialami ketika partus berjalan. Partus prematur lebih sering terjadi pada wanita epilepsi. Penggunaan obat anti epilepsi mengakibatkan kontraksi uterus yang melemah, ruptur membran yang terlalu dini. Oleh karena itu maka partus wanita epilepsi hampir selalu harus dipimpin oleh pakar obstetrik. Penggunaan firsep atau vakum sering dilakukan dan juga seksio saesar.

Komplikasi persalinan baik untuk ibu dan bayi adalah:
- Frekuensi bangkitan meningkat 33%Perdarahan post partum meningkat 10%
- Bayi mempunyai risiko 3% berkembang menjadi epilepsi
- Apabila tanpa profilaksis vitamin K yang diberikan pada ibu, terdapat risiko 1)% terjadi perdarahan perinatal pada bayi.

Penatalaksanaan
Pada umumnya perkembangan malformasi fetal sudah dimulai sebelum wanita menyadari kehamilannya secara mantap. Penutupan langit-langit terjadi pada hari ke 47 kehamilan. Wanita epilepsi yang hamil harus diberitahu tentang risiko hamil yang berhubungan dengan penggunaan obat anti epilepsi. Mereka harus tahu juga bahwa serangan epileptik dapat membahayakan kandungan dan diri sendiri. Namun demikian mereka harus mengetahui bahwa risiko dapat diperkecil dengan tindakan pencegahan. Dalam masalah tersebut, dokter harus memberikan nasehat yang tepat dalam menghadapi dua problematik yang rumit ini. Disatu pihak ia harus menggunakan obat anti epilepsi untuk mengontrol timbulnya serangan epileptik pada ibu yang hamil dan sekaligus ia harus mencegah terkenanya fetus oleh efek obat anti epilepsi digunakan oleh ibu yang hamil. Terapi yang dianjurkan ialah penggunaan monoterapi dengan dosis serendah mungkin paad tahap pertama kehamilan. Dosis dapat dinaikkan pada trimester ketiga kehamilan. Pada tahap lanjut dapat diberikan juga vitamin K (20mg/hari) untuk mencegah perdarahan neonatal

Obat-obat tersebut adalah:
1. Trimetadion
Dapat mengakibatkan kelainan pada janin yang spesifik disebut sindrom trimetadion fetus. German dan kawan-kawan (1970) melaporkan bahwa dalam satu keluarga terdapat 4 bayi yang mengalami malformasi dilahirkan dari ibu yang menderita epilepsi dengan menggunakan obat ini; studi lanjutan mengkonfirmasi terhadap risiko tinggi pada sindrom ini,yang mana dapat menyebabkan perkembangan yang lambat, anomali kraniofasial dan kelainan jantung bawaan. Golongan obat ini tidak digunakan pada kehamilan

2. Fenitoin
Obat ini digunakan sangat luas sebagai obat anti epilepsi pada kehamilan dan mempunyai efek teratogenik. Terdapat kejadian sedikit yang menyebabkan malformasi mayor pada manusia. Sampai sekarang sebagian besar pasien-pasien diobati dengan beberapa obat anti epilepsi,sehingga sulit untuk mengevaluasi efek obat secara individual. Angka malformasi total pada 305 anak yang dilahirkan oleh ibu tanpa epilepsi adalah 6,4 % . Penggunaan fenitoin dapat mengakibatkan terjadinya sindrom hidantoin fetus. Sindrom ini pertama kali diperkenalkan oleh Hanson dan Smith (1975) untuk menggambarkan pola abnormalitas yang diamati pada neonatus,

Yang mana ibu epilepsi yang hamil diberikan obat fenitoin, biasanya dikombinasi dengan fenobarbital. Sindrom ini terdiri dari abnormalitas kraniofasial,kelainan anggota gerak, defisiensi pertumbuhan, retardasi mental baik ringan atau sedang

Studi prospektif dari 35 bayi pada prenatal diberi obat golongan hidantoin, Hansons dan kawan-kawan (1976) menemukan 11% mempunyai gambaran sebagai sindroma ini (laidlaw, 1988’ Yerbi, 1991). Dosis fenitoin antara 150-600 mg/hari.

3. Sodium Valproat
Penggunaan obat ini dapat mengakibatkan kelainan pada janin berupa sindrom valproat fetus. Pernah dilaporkan terhadap 7 bayi yang dilahirkan dari ibu epilepsi yang menggunakan obat ini berupa kelainan pada wajah dengan ciri-ciri: lipatan epikantus inferior, jembatan hidung yang datar, filtrum yang dangkal. Obat ini pada manusia dapat menembus plasenta secara bebas dan memberikan dosis yang lebih tinggi pada neonatus dari ibu. (Laidlaw, 1988). Pada studi prospektif dari 12 bayi, pada anternatal diberikan sodium valproat menunjukkan semuanya normal. Pada kasus sporadik pernah dilaporkan bahwa obat ini dapat menyebabkan kelainan “neural tube defect”. Pada wanita epilepsi yang hamil bila diberikan obat ini dapat menyebabkan kelainan tersebut kira-kira 1,2%. Dosis sodium valproat antara 600-3000 mg/hari

4. Karbamazepin
Obat ini tidak terlibat pada malformasi mayor tetapi dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan kepala janin. Hiilesmaa dan kawan-kawan (1981) didalam penelitiannya terhadap 133 wanita menunjukkan bahwa penggunaan obat ini (tunggal) atau kombinasi dengan fenobarbital dapat menyebabkan retardasi (Laidlaw, 1988). Juga pernah dilaporkan dari 25 anak dari ibu yang menggunakan obat karbamazepin tunggal ditemukan 20% dengan gangguan perkembangan (Yerby, 1991). Belakangan ini dilaporkan bahwa karbamazepin mengakibatkan meningkatnya kasus spina bifida sebanyak 0,5 – 1,0%. Dosis karbamazepin 400-1800 mg/hari

5. Fenobarbital
Terdapat sedikit keterangan mengenai teratogenik dari obat ini, studi awal mengatakan bahwa sebagian besar manita epilepsi mendapat kombinasi antara fenotoin dan fenobarbital. Efek teratogenik obat ini kurang bila dibandingkan dengan obat anti epilepsi lain dan pada manusia, Shapiro dan kawan-kawan (1976) menemukan fenobarbital tidak menyebabkan meningkatnya angka malformasi . Pemakaian obat ini dapat mengakibatkan sindrom fenobarbital fetus, yang berupa Dismorfim wajah, gangguan pertumbuhan pre dan postnatal, perkembangan lambat. Bagian Obstetri dan Ginekologi Akademi Amerika menganjurkan pemakaian fenobarbital sebagai obat pilihan untuk wanita epilepsi yang hamil (Yerby,1991). Selanjutnya Sullivan (1975), pada penelitiannya terhadap tikus yang hamil diberikan obat ini mengakibatkan bibir dan palatum sumbing berkisar antara 0.6 – 3.9% (Yerbi, 1991). Dosis Fenobarbital antara 30 – 240 mg/hari (Gilman AG, 1991).

Efek Teratogenik Obat Anti Epilepsi
Prosentase malformasi akibat obat anti epilepsi adalah:
1. Trimetadion, lebih 50%
2. Fenitoin, 30%
3. Sodium Valproat, 1,2%
4. Karbamazepin, 0,5-1 %
5. Fenobarbital, 0,6% (Yerby, 1991)

Konsentrasi obat anti epilepsi dalam plasma wanita hamil yang akan melahirkan bayi malformasi selalu lebih tinggi dari pada kadar obat anti epilepsi pada wanita epilepsi hamil yang melahirkan tanpa malformasi. Para wanita epilepsi yang hamil dengan menggunakan berbagai jenis obat anti epilepsi lebih mudah melahirkan bayi dengan malformasi dari pada wanita epilepsi yang hamil memakai obat epilepsi tunggal. Sudah barang tentu multipel dan penggunaan dosis tinggi berhubungan dengan jenis epilepsi yang tidak mudah terkontrol. Malformasi fetal yang berhubungan dengan obat-obat anti epilepsi, dengan adanya kemungkinan neonatus cacad akibat malformasi dan anomaly kongenital. Studi Meadow (1968), yang mencakup kasus kehamilan sejumlah 427 pada 186 wanita epilepsi yang menggunakan obat anti epilepsi, menemukan anak dengan cacad (bibir dan langit-langit sumbing) yang berjumlah cukup banyak. Meadow dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa malformasi kongenital pada anak yang terkena efek obat anti epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan anak yang tidak terkena efek obat anti epilepsy. Malformasi untuk populasi rata-rata berkisar antara 2-3%, sedangkan untuk bayi yang dilahirkan oleh ibu epilepsi antara 1,25 – 11%. Menurut peneliti lain berkisar 4-6% (Johnston, 1992).


Sumber : http://bidanshop.blogspot.com/

Kehamilan dengan Berat Badan Berlebih

 
Segala sesuatu yang berlebihan pasti akibatnya tidak baik. Kelebihan berat badan juga bisa menimbulkan risiko munculnya berbagai penyakit yang tidak diharapkan. Penyakit hipertensi, diabetes, Jantung bahkan stroke.
Berat badan yang ideal adalah dambaan semua orang. Untuk mengetahui kondisi berat badan kita berada pada tingkat kelebihan berat badan atau pada tingkatan berat badan ideal dapat diukur dengan rumus:


Berat Badan Ideal = (Tinggi Badan - 100) - ( 10% x (tinggi badan -100) )
Contohnya : Jika tinggi badan kita adalah setinggi 150 cm, maka berat badan ideal kita adalah (150 - 100) - (10% x (150 - 100) = 50 - 5 = 45 kg.

Ibu hamil yang mengalami kegemukan atau istilahnya obesitas juga dapat berisiko buruk pada kehamilan dan janin yang dikandungnya. Pada ibu, kegemukan akan membuat beban jantung jadi terlalu berat, selain itu tekanan pada pembuluh darah akan meninggi akibat tebalnya lemak. Risiko lain yang harus dihadapi adalah ibu bisa mengalami pre-eklamsia dan diabetes saat hamil (gestational diabetes). Timbunan lemak dalam tubuh dapat diubah menjadi glukosa oleh hormon kehamilan (Beta HCG/ Human Chorion Gonadotropine).

Sementara akibatnya pada bayi adalah lahir dengan berat badan besar >4 kg, hal ini dapat membahayakan ibu dengan risiko tersangkutnya bahu bayi di jalan lahir pada persalinan normal (distosia bahu), persalinan lama dan meningkatnya angka persalinan caesar. Sebaliknya bayi dapat lahir dengan berat rendah (di bawah 2 kilogram). Ini terjadi karena pasokan nutrisi janin berkurang akibat pembuluh darah ke plasenta yang menyempit, sehingga bayi tidak bisa berkembang optimal.

Pada ibu hamil dengan berat badan yang normal, idealnya mengalami kenaikan berat badan 10 - 16 kilogram selama kehamilan. Ibu hamil membutuhkan energi 17% lebih tinggi, atau rata-rata 2500 kkal/hari dibandingkan sebelum hamil. Apabila berat badan ibu sebelum hamil tergolong ideal (sesuai indeks massa tubuh), maka ia hanya perlu tambahan kalori 300 kkal/hari. Komposisi makanan sebaiknya terdiri dari 20% protein, 30% lemak, dan 50% kalori.

Untuk menghitung seberapa BB ideal Anda bertambah selama hamil, kita bisa menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT= BB sebelum hamil/Tinggi Badan (dalam M)² = Nilai IMT


Nilai IMT Status
<19,8-20>26 obesitas maka pertambahan berat badan ideal selama hamil 7 kg

Contohnya:
BB sebelum hamil 67 kg
Tinggi Badan : 154 cm
Perhitungan : 67/(1.54)² =28,25
Jadi nilai IMT-nya = 28,25 (Obesitas)
Jadi ibu dengan kondisi diatas termasuk obesitas. Sebaiknya selama hamil berat badannya hanya bertambah sekitar 7 kg.

Diet pada ibu hamil dalam artian mengurangi asupan makanan yang dibutuhkan ibu sangat tidak dianjurkan, selain nutrisi yang dibutuhkan ibu berkurang sekaligus asupan makanan buat janin juga berkurang. Dikhawatirkan tumbuh dan kembang janin nantinya menjadi terhambat.
Bagi ibu yang berat badannya berlebih (overweight) dapat menyiasatinya dengan mengurangi cara mengolah makanan dengan menggoreng atau menumis, sehingga konsumsi minyak pada ibu hamil juga berkurang. Biasakan sarapan pagi dengan kandungan makanan yang kaya nutrisi dan kurangi kandungan lemaknya. Kebiasaan tidak sarapan pagi dapat meningkatkan keinginan ibu untuk makan lebih banyak lagi (ngemil) dan biasanya makanan yang dikonsumsi tidak lagi dapat terkontrol. Ganti cemilan ibu dengan buah-buahan. Selanjutnya perbanyaklah minum air putih, minimal 8 gelas perhari. Selain cairan yang cukup memang penting untuk tubuh, dapat pula mengurangi keinginan ibu untuk ngemil.

Olahraga pada ibu hamil tidak dilarang. Tetapi dilakukan dengan tidak berlebihan. Berjalan kaki di pagi hari merupakan olahraga yang murah dan aman. Sekaligus dapat membakar kalori ibu sehingga ibu semakin segar dan fit.

Berfikirlah positif, sehingga ibu terhindar dari stress, sehingga bayi yang diharapkan dapat lahir dengan baik dan sempurna.


Sumber : http://bidanshop.blogspot.com/

Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Premature Rupture of The Membrane (PROM)

Topik ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of The Membrane (PROM) atau atau Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW) adalah salah satu topic yang menarik bagi saya karena melihat kejadian tersebut adalah salah satu penyebab utama dari bedah caesar. Pada saat selaput ketuban pecah (atau lebih akurat bocor), tidak ada informasi yang berguna yang dapat ditemukan dalam buku kecuali bahwa Anda harus langsung pergi ke rumah sakit. Meskipun tidak ada tanda-tanda infeksi baik dalam ibu atau bayi, seringkali dokter mengatakan kepada klien bahwa bayinya bisa mati jika ibu tidak menyetujui operasi.


 Ada bermacam-macam batasan / teori / definisi tentang Preamture Rupture of The Membrane (PROM):
Ø Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jam sebelum in partu.
Ø Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks/leher rahim pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm atau 5 cm, dan sebagainya.
Ø Prinsipnya adalah ketuban yang pecah “sebelum waktunya”.

Normalnya selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi).

PATOFISIOLOGI
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi.
Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).
High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus.
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Faktor risiko / predisposisi ketuban pecah dini / persalinan preterm
1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 – 4x
3. tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi
4. perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)
5. bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
7. servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
8. flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
10. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
Strategi perawatan pada masa antenatal:
- deteksi faktor risiko
- deteksi infeksi secara dini
- USG : biometri dan funelisasi
Trimester pertama : deteksi faktor risiko, aktifitas seksual, pH vagina, USG, pemeriksaan Gram, darah rutin, urine.
Trimester kedua dan ketiga : hati-hati bila ada keluhan nyeri abdomen, punggung, kram di daerah pelvis seperti sedang haid, perdarahan per vaginam, lendir merah muda, discharge vagina, poliuria, diare, rasa menekan di pelvis.
Jika ketuban pecah : jangan sering periksa dalam !! Awasi tanda-tanda komplikasi.

Bahaya PROM
1. Tali Pusat Menumbung/prolaps Tali Pusat
Salah satu bahaya nyata yang terkait dengan PROM adalah prolaps tali pusat. Ketika kantung ketuban seorang ibu hamil tiba-tiba pecah, ada bahaya nyata dimana talipusat menumbung berbarengan dengan keluarnya air ketuban. Namun, dokter tidak menyadari bahwa kejadian seperti ini sangat tidak mungkin jika wanita hanya memiliki kebocoran bukan serta merta pecah. Oleh karena itu, sebaiknya bedrest supaya mengurangi resiko dilakukan bedah Caesar. prolaps tali pusat merupakan komplikasi serius, yang mengancam jiwa bayi. NAMUN, kejadian prolapse sangat langka, Kitzinger mengatakan, "Sebuah kejadian prolaps tali pusat sangat tidak mungkin terjadi selama melahirkan di rumah atau di tempat pertolongan persalinan mana prosedur invasif tidak dilakukan. Karena kejadian ini biasanya merupakan konsekuensi dari intervensi, khususnya pemecahan air ketuban artifisial. Untuk mencegah prolaps tali pusat, mungkin hal terbaik yang bisa di lakukan seorang wanita dapat dilakukan adalah untuk tinggal di rumah dan bedrest.
2. Korioamnionitis
Menurut Bonnie Cox, komplikasi ibu paling memprihatinkan dengan PROM adalah chorioamnionitis, atau radang selaput janin. Sindrom ini ditandai dengan demam ibu, vagina yang berbau busuk , detak jantung janin cepat, dan leukositosis ibu (30).  insiden chorioamnionitis pada populasi umum adalah 0,5-1%, tetapi 26-28% pada wanita dengan periode laten (waktu antara PROM dan sakit kelahiran) dari 24 jam atau lebih. Korioamnionitis mungkin alasan bahwa beberapa dokter member batas masksimal 24 jam.
3. Persalinan Prematur.
Dalam kasus PROM, komplikasi yang sangat nyata adalah persalinan prematur.  Dan hal yang dikhawatirkan pada kasus persalinan premature adalah sindrom gangguan pernapasan.
4. Infeksi
infeksi mungkin adalah risiko yang paling umum dari PROM. Ironisnya, komplikasi ini adalah yang paling mungkin disebabkan oleh lingkungan di dokter dan rumah sakit. Hal ini karena terlalu seringnya pemeriksaan dalam yang dilakukan oleh bidan dan dokter. Jadi sebaiknya pada kasus PROM usahakan batasi pemeriksaan dalam.

Pengobatan PROM :
1. Antibiotik profilaksis
Karena risiko tinggi infeksi di rumah sakit, biasanya diberikan pengobatan antibiotik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Owen, Groome dan Hauth pada 117 perempuan, setengah dari mereka menerima pengobatan antibiotik dan setengah yang tidak, mereka menemukan pemberian antibiotik setelah PROM menguntungkan para ibu, tapi bukan bayi. Karena pada kenyataannya, mereka menemukan kejadian yang lebih tinggi neonatal necrotizing enterocolitis pada kelompok perlakuan (976). Usia kehamilan rata-rata hanya 30 minggu, mungkin dari usia yang cukup muda sehingga infeksi yang akan menjadi ancaman nyata bagi mereka. Kematian neonatal dalam penelitian ini hampir merata dibagi antara kontrol dan kelompok perlakuan, semua berhubungan dengan RDS (Gangguan pernafasan). Dari penelitian ini, akan terlihat bahwa, pengobatan antibiotik mungkin memiliki efek negatif pada bayi.
2. Pembatasan Tindakan
Antara lain;
- menghindari pemeriksaan panggul,
- menghindari hubungan seksual,
- menghindari berendam dalam air;
- Tetap tinggal di rumah sampai mulai persalinan/kontraksi teratur
- Cek suhu tubuh secata teratur
- minum banyak cairan,
- Segera pergi ke rumah sakit jika Anda memiliki herpes genital yang aktif dengan PROM.
- Amniocentesis
- Uji nonstress untuk menilai kematangan dan kesejahteraan janin
Nah lalu apa yang bisa Anda lakukan untuk mencegah kejadian PROM menimpa Anda?
Beberapa penelitian menyatakan bahwa mengkonsumsi Vitamin C selama kehamilan penting untuk pemeliharaan membran chorioamniotic.  kekurangan asam askorbat selama kehamilan telah ternyata merupakan faktor risiko pecahnya ketuban yang terlalu dini (PROM). Dan Konsumsi Harian suplementasi dengan vitamin C 100 mg setelah umur kehamilan 20 minggu ternyata efektif mengurangi kejadian PROM.

Dari hasil penelitian dari National Institute of Perinatology di Meksiko City, pada 120 wanita hamil yang secara acak diberikan 100 mg vitamin C, pada saat kehamilan memasuki usia 20 minggu.

Vitamin C telah diketahui berperan penting dalam mempertahankan keutuhan membran (lapisan) yang menyelimuti janin dan cairan ketuban. Walaupun penelitian sebelumnya telah menghubungkan kadar yang rendah dari vitamin C pada ibu dengan meningkatnya resiko terjadinya pecahnya membran secara dini atau yang disebut dengan ketuban pecah dini ("premature rupture of membranes", PROM), tapi penelitian itu tidak menjelaskan tentang penggunaan suplemen vitamin C dalam menurunkan risiko terjadinya KPD.

Untuk itu, penelitian di Meksiko ini dilakukan. Dari hasil pemberian suplemen vitamin C yang dimulai pada saat usia kehamilan 20 minggu, menunjukkan peningkatan dari kadar vitamin C dalam darah dibanding dengan kelompok kontrol (tidak diberikan suplemen vitamin C).

Dan peningkatan ini berhubungan juga dengan menurunnya resiko untuk mengalami KPD. Pada kelompok kontrol, terjadi KPD pada 14 dari 57 kehamilan (25%), sedang pada kelompok ibu yang diberikan vitamin C, terjadi penurunan KPD, yaitu hanya terjadi pada 4 dari 52 kehamilan (8%).

Pada kasus seluruh kelahiran prematur, 40% lebih disebabkan karena KPD. Mungkin dengan pemberian suplemen Vitamin C dapat membantu para ibu mencegah terjadinya ketuban pecah dini, sehingga kehamilan dapat dipertahankan hingga tiba masa persalinan.

Sumber : http://bidankita.com/