Angka persalinan dengan seksio sesarea ( SS ) saat ini telah meningkat cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang pilihan tindakan pada persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi atau partus pervaginam pada pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea tidak bebas dari risiko. Keputusan tersebut ditentukan oleh dokter dan pasien. Angka keberhasilan partus pervaginam sekitar 60 – 80 %, dengan komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptura uteri (rahim robek) sekitar 0,5 - 1,5 %, histerektomi (operasi pengangkatan rahim), cedera operasi, dan infeksi sehingga dapat menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin.
Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi apabila pasien dengan riwayat SS ingin menjalani persalinan pervaginam (Vaginal Birth After Caesarean) yaitu : riwayat SS 1 x dengan jenis sayatan rahim transversal rendah, panggul luas, tidak pernah menjalani operasi pengangkatan mioma atau riwayat rahim robek, dokter mendampingi selama persalinan, memiliki personil dan fasilitas yang dapat memonitor persalinan secara ketat, dapat melakukan SS segera dalam waktu 30 menit termasuk kesiapan kamar operasi, dokter anastesi dan personil lainnya.
Beberapa persyaratan lainnya antara lain :
- Tidak ada indikasi SS pada kehamilan saat ini seperti janin lintang, sungsang, bayi besar, plasenta previa.
- Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat SS sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).
- Pasien sesegera mungkin untuk dirawat di RS setelah terdapat tanda-tanda persalinan.
- Tersedia darah untuk transfusi.
- Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya.
Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, terdapat beberapa faktor risiko terjadinya rahim robek. Berdasarkan Shipp dkk 2002, usia ibu > 30 tahun lebih berisiko 3x daripada ibu dengan usia < 30 tahun. Jarak kelahiran < 18 bulan meningkatkan risiko 3x (Shipp dkk 2001), demam setelah seksio sesarea sebelumnya meningkatkan risiko 4x (Shipp dkk 2003), jahitan 1 lapis pada rahim meningkatkan risiko hampir 4x dibandingkan dengan 2 lapis (Bujold 2002), jumlah SS sebelumnya >2x meningkatkan risiko 4,5x (Caughey 1999) sedangkan induksi persalinan dengan oksitosin meningkatkan risiko 4,6x (Zelop 1999). Jenis sayatan rahim juga sangat mempengaruh. Sayatan klasik/ T terbalik berisiko ruptura uteri 4-9%, vertikal rendah 1–7 %, sedangkan insisi transversal rendah 0,1-1,5%. Adanya riwayat persalinan pervaginam sebelumnya menurunkan risiko ruptur 0,2 (Shipp 2000).
Oleh : dr. Nina Kartina, SpOG
Poliklinik Kebidanan dan Kandungan- RSIA Permata Cibubur
1 komentar:
thank you for visiting and please support
Post a Comment