Anda dan pasangan tengah menanti momongan? Tak perlu berkecil hati sebab Anda ditemani oleh sekitar 12% pasangan usia subur (20-30 tahun) yang bermasalah dalam mendapatkan keturunan akibat gangguan reproduksi ringan hingga berat. Secara medis, suami istri yang dikategorikan sebagai pasangan tak subur (infertil) bila selama 12 bulan melakukan sanggama secara teratur (tanpa menggunakan kontrasepsi) tak membuahkan kehamilan.
Namun, patokan satu tahun setelah menikah ini hanya berlaku bagi pasangan usia produktif (usia masih di bawah 35). Jika sudah di atas 35, jangka waktu untuk segera memeriksakan diri ke ahli akan lebih pendek, yakni 6 bulan setelah menikah. Mengapa? Pada usia ini, kondisi sel sperma pada pria maupun sel telur pada perempuan sudah menurun. Siklus haid pada istri juga mulai tidak teratur sehingga penentuan masa subur akan makin sulit dilakukan. Karena itulah, semakin dini permasalahan reproduksi suami istri usia matang ini diketahui dan semakin cepat penanganan medis dilakukan, maka semakin besar pula peluang untuk hamil.
Pada prinsipnya, jika kedua belah pihak masih memungkinkan untuk hamil, ilmu kedokteran bisa membantu. Yang perlu disadari, upaya yang Anda jalani mungkin akan terbentur berbagai kendala, seperti kendala kelelahan fisik atau kendala keterbatasan dana. Semua itu bisa menimbulkan rasa frustrasi. Namun dengan tekad kuat, pantang putus asa, Anda berdua pasti bisa meneruskan kembali usaha yang telah Anda mulai.
Konsultasi medis umumnya diawali dengan penjelasan mengenal pengetahuan fisiologis dasar, bahwa terjadinya sebuah kehamilan memerlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.
Syarat pertama, adanya sperma suami. Sperma yang dikeluarkan saat ejakulasi harus memiliki jumlah yang cukup, yaitu sekitar 20 jut/ml. Bentuk sperma pun mesti bagus atau tidak cacat, dan mempunyai daya tahan hidup yang lama sekitar 2 hari agar dapat mencapai dan membuahi sel telur.
Kedua, diperlukan sel telur dan saluran telur yang baik. lni berarti saluran telur bebas dari segala macam sumbatan, sistem perteluran baik, dan memiliki sel telur matang yang siap dibuahi dalam siklus tertentu. Adanya sel celur yang baik biasanya ditandai dengan siklus haid yang teratur.
Persyaratan ketiga berkairan dengan lingkungan atau kondisi rahim yang harus bagus. Artinya, secara anatomis rahim tidak memiliki kelainan, tidak cacat, dan bentuknya baik: tidak kecil atau bercabang, misalnya. Rahim juga tidak mengalami infeksi atau mengalami masalah seperti endometriosis, kista, dan sebagainya.
Keempat, perlu adanya interaksi yang baik antara sel sperma dengan sel telur. Adakalanya kondisi sel telur baik dan sel sperma baik, tetapi kehamilan tak kunjung terjadi. Bisa jadi masalahnya ada dalam hal "interaksi" keduanya. Biasanya terjadi jika ibu mempunyai antibodi antisperma suami. Nah, keempat fakor itulah yang mempengaruhi munculnya persoalan sulit hamil
Berikutnya, demi memastikan peluang kehamilan yang ada, pasangan harus menjalani berbagai cahapan pemeriksaan. Untuk istri dan suami akan dilakukan pemeriksaan berbeda. Suami akan ditangani oleh seorang androlog atau urolog, sementara istri ditangani oleh ahli kandungan dan kebidanan. Hanya saja, tahapannya tak jauh berbeda. Inilah dia:
Pada istri, dokter akan menanyakan kondisi pola haidnya. Jika memang bermasalah, problem haid inilah yang akan dibereskan terlebih dulu sebelum melangkah ke tahap berikumya. Mengapa? Sebab menstruasi terkait erat dengan masa subur. Jadi besar kemungkinan masalah haid yang dialami seorang istri merupakan penyebab utama mengapa kehamilan tidak terjadi selama ini. Sementara pada suami, pemeriksaan yang dilakukan umumnya difokuskan pada sistem reproduksinya.
Hasil konsultasi akan digabungkan dengan pemeriksaan fisik. Dokter pun akan memastikan ada tidaknya gangguan yang dapat menghambat terjadinya kehamilan. Jika memang ada diagnosis yang menunjukkan permasalahan patologis (penyakit), pasien akan dirujuk ke dokter kandungan yang ahli di bidang fertilitas.
Pada pria, umumnya pemeriksaan fisik (yang dilakukan oleh androlog atau urolog) menyoroti kondisi saluran sperma, kondisi testis, dan ada tidaknya gangguan seperti varikokel (varises di buah zakar), testis tidak turun, ejakulasi balik, sumbatan di epididimis atau saluran ejakulasi, dan lubang kencing yang salah tempat (hypo-epispadia). Dilihat juga kemungkinan adanya kesulitan ereksi atau ketidaknormalan penis. Sementara, pemeriksaan analisis sperma dapat dilakukan kapan pun dengan persyaratan tertentu.
Dugaan masalah pada organ reproduksi istri yang letaknya di bagian dalam akan dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi hysterosalpingography (HSG). Pada tes ini, dokter menggunakan alat rontgen untuk melihat bentuk fisik dari saluran tuba dan rahim. Tes dimulai dengan memasukkan cairan kontras ke rahim melalui vagina untuk melihat adakah sumbatan-sumbatan di situ.
Bila diperlukan bisa juga dilakukan pemeriksaan laparoskopi. Pada pemeriksaan ini, dokter akan menggunakan alat yang disebut laparoskop guna melihat keadaan bagian dalam rongga perut istri. Dokter akan membuat irisan kecil pada kulit perut bagian bawah lalu memasukan alat laparoskop ini. Melalui kamera yang terdapat di laparoskop, dokter dapat melihat kondisi ovarium, saluran tuba, dan rahim. Siapa tahu terjadi masalah fisik yang disebabkan oleh suatu penyakit. Sekiranya terdapat ketidaknormalan pada selaput lendir rahim (endometriosis), dokter juga dapat menemukannya dengan alat ini.
Pada istri, biasanya dokter akan menganjurkan uji laboratorium. Antara lain untuk
pemeriksaan hormon dan tes darah yang berhubungan dengan fertilitas. Sedangkan pada suami, analisis spermanya dilakukan untuk mengetahui:
Sperma harus berbentuk sempurna serta dapat bergerak cepat dan akurat menuju ke sel
telur dan melakukan pembuahan. Bila bentuk dan strukturnya (morfologi) tidak normal atau gerakannya (motilitas) tidak sempurna, sperma tidak dapat mencapai atau menembus sel telur.
2. Konsentrasi sperma.
Konsentrasi sperma yang normal adalah 20 juta sel/ml semen atau lebih. Jumlah 10 juta sel/ml atau kurang menunjukkan konsentrasi sel yang rendah (kurang subur). Sedangkan,
Sebetulnya, jarang kejadian pria sama sekali tidak memproduksi sperma. Kurangnya konsentrasi sperma ini dapat disebabkan oleh terjebaknya testis dalam lingkungan yang panas. Lingkungan itu terbentuk jika suami selalu memakai celana ketat, terlalu sering berejakulasi (hiperseks), merokok, sering minum alkohol, dan kelelahan.
Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari penis menuju vagina. Bila tidak ada semen maka sperma tidak terangkut (tidak ada ejakulasi). Kondisi ini biasanya disebabkan penyakit atau kecelakaan yang memengaruhi tulang belakang pria.
4. Kondisi hormon testosteron.
Kekurangan hormon ini dapat memengaruhi kemampuan testis dalam memproduksi sel sperma
Dalam kelainan genetik yang disebut sindroma Klinefelter, seorang pria memiliki dua kromosom X dan satu kromosom Y, bukannya satu X dan satu Y. Hal ini menyebabkan pertumbuhan abnormal pada testis sehingga sedikit atau sama sekali tidak memproduksi sperma.
Infeksi dapat memengaruhi motilitas (gerak) sperma untuk sementara. Penyakit menular . seksual seperti klamidia dan gonore pun sering menyebabkan infertilitas akibat jaringan bekas luka (skar) memblokir jalannya sperma. .
Antibodi yang membunuh atau melemahkan sperma biasanya terbentuk setelah suami menjalani vasektomi. Keberadaan antibodi ini menyulitkan kemungkinan terjadinya kehamilan setelah vasektomi dicabut.
8. Mendeteksi kemungkinan kanker.
Kanker testis berpengaruh langsung terhadap kemampuan suami memproduksi dan menyimpan sel sperma. Penyakit ini paling sering terjadi pada pria usia 18 dan 32 tahun.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan pasien, mengingat biayanya yang tldak sedikit. Dari sekian banyak pemeriksaan yang ditawarkan, paling tidak ada tiga yang diprioritaskan. Yaitu pemeriksaan yang terkait dengan sperma, saluran telur dan adanya perteluran yang baik.
0 komentar:
Post a Comment